Kamis, 09 Oktober 2014

Pengertian AMDAL




Penjelasan Tentang AMDAL

A.   Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meingkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerak lingkungan anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan seabagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
Dengan disahkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaitu National Envinronmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2) menyatakan, “Semua usulan legilasi dan aktvitas pemerintah federal besar yang akan diperkirakan mempunyai dampak yang penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assesment (AMDAL) tentang usulan tersebut”.
Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan atau tidak merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan atau usahan yang dilakukan.
AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :

1.      Jumlah manusia yang terkena dampak
2.      Luas wilayah persebaran dampak
3.      Intensitas dan lamanya dampak yang berlangsung
4.      Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5.      Sifat komulatif dampak
6.      Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irrersible) dampak

B.   Tujuan dan Kegunaan Studi AMDAL :
Ø  Tujuan dilaksanakannya Studi AMDAL
  1. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  2. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting
  3. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
  4. Merumuskan RKL dan RPL.

Ø  Kegunaan Dilaksanakannya Studi AMDAL bagi Pemerintah :
1.    Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat.
2.    Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.
3.    Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.

Ø  Bagi Pemrakarsa :
1.    Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan datang dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatu pembangunan.
2.    Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
3.    Sebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.


Ø  Bagi Masyarakat :
1.    Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.
2.    Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.
3.    Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.
4.    Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
Pada pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
  1. Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain : Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi, Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan,
  2. Komponen Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut
  3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : Sosial Ekonomi , Sosial Budaya
  4. Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat

C.   Contoh Kasus AMDAL Kawasan Lingkungan Industri Kecil  di Semarang

Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa-apa.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi AMDAL.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampa ikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industri berskala besar.

Penutup
A.     Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya tarik dari pembahasan mengenai AMDAL di atas adalah :
·         Pada PP 27/1999 pengertian AMDAL merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.

·         Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah :
1.      Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
2.      Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan masyarakat yang bekepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

·         Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1.      Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan atau menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL. Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.11 Tahun 2006.
2.      Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.86 Tahun 2002.

Selasa, 24 Juni 2014

Pengertian Politik dan Strategi Nasional

PENGERTIAN POLITIK, STRATEGI DAN POLITIK STRATEGI NASIONAL (POLSTRANAS)

1.    Pengertian Politik
Kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu “Politeai”. “Politeai” berasal dari kata “polis”yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu negara dan “teai” yang berarti urusan. Bahasa Indonesia menerjemahkan dua kata Bahasa Inggris yang berbeda yaitu “politics” dan “policy” menjadi satu kata yang sama yaitu politik. Politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. Policy diartikan kebijakan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin tercapainya suatu usaha, cita-cita atau keinginan atau tujuan yang dikehendaki. Politik secara umum adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, meliputi Pengambilan Keputusan (decision making), mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan Kebijaksanaan-kebijaksanaan Umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu perlu memiliki kekuasaan (power) dan wewenang (authority), yang digunakan untuk membina kerjasama dan untuk menyelesaikan konflik yang timbul dalam proses ini. Hal itu dilakukan baik dengan cara meyakinkan (persuasif) maupun paksaan (coercion). Tanpa adanya unsur paksaan maka kebijaksanaan hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka. Dari uraian tersebut diatas, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan :
1.     Negara
2.     Kekuasaan
3.     Pengambilan Keputusan
4.     Kebijakan
5.     Distribusi dan alokasi sumber daya

1. Negara
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat yang paling utama dan negara merupakan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginnannya. Dalam politik perlu diperhatikan bagaimana kekuasaan itu diperoleh, dilaksanakan dan dipertahankan.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan sebagai aspek utama dari politik, dan dlam pengambilan keputusan perlu diperhatikan siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat. Jadi politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil seseorang atau kelompok politik dalam rangka memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula oleh karena itu diperlukan rencana yang mengikat yang dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.
5. Distribusi
Distribusi adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai (Values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan, atau yang penting dengan demikian nilai harus dibagi secara adil. Jadi politik itu membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat.
2.    Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari kata “strategia” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “the art of general” atau seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam peperangan. Karl Von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa startegi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik. Dalam abad modern sekarang ini penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan saja, akan tetapi sudah digunakan secara luas termasuk dalam ilmu ekonomi maupun di bidang olah raga. Arti strategi dalam pengertian umum adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau tercapainya suatu tujuan termasuk politik. Dengan demikian kata strategi tidak hanya menjadi monopoli para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu yang menggunakan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan (ideologi, politik, ekonomi, sos bud dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian Politik Dan Strategi Nasional (Polstranas)
Pengertian Politik Nasional
Politik Nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan secara kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Dalam melaksanakan politik nasional maka disusunlah strategi nasional. Misalnya strategi jangka penedek, jangka menengah dan jangka panjang. Strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran-sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

Dasar Pemikiran Penyusunan Politik Dan Strategi Nasional
Dasar pemikirannya adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini penting artinya karenadidalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.
Penyusunan Politik Dan Strategi Nasional
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat dimana jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai “Suprastruktur Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur Politik”, yang mencakup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penenkan (pressure group). Antara suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden (mandataris MPR). Dalam melaksanakan tugasnya ini presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan antariksa Nasional RI, Dewan Maritim, Dewan Otonomi Daerah dan dewan Stabitas Politik dan Keamanan. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik dilakukan setelah Presiden menerima GBHN, selanjutnya Presiden menyusun program kabinetnya dan memilih menteri-menteri yang akan melaksanakan program kabinet tersebut. Program kabinet dapat dipandang sebagai dokumen resmi yang memuat politik nasional yang digariskan oleh presiden. Jika politik nasional ditetapkan Presiden (mandataris MPR) maka strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan bidangnya atas petunjuk dari presiden.Apa yang dilaksanakan presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan, maka di dalamnya sudah tercantum program-program yang lebih konkrit untuk dicapai, yang disebut sebagai Sasaran Nasional. Proses politik dan strategi nasional di infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sos bud dan hankam.Sesuai dengan kebijakan politik nasional maka penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sebagai sasaran sektoralnya. Melalui pranata-pranata politik masyarakat ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi saat ini peranan masyarakat dalam mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang telah ditetapkan MPR maupun yang dilaksanakna oleh presiden sangat besar sekali. Pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi, sos bud maupun hankam akan selalu berkembang hal ini dikarenakan oleh:
·        Semakin tingginya kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
·        Semakin terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya.
·        Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
·        Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·        Semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide-ide baru.





Stratifikasi Politik Nasional
Berdasarkan stratifikasi dari politik nasional dalam negara RI, sebagai berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak.
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang lingkupnya menyeluruh secara nasional yang mencakup : penentuan UUD, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusannya dalam berbagai GBHN dengan Ketetapan MPR.
b. Dalam hal-hal dan keadaan tersebut yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum dalam pasal 10 s/d 15 UUD 1945, maka dalam penentu tingkat kebijakan puncak ini termasuk pula kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala negara itu dapat dikeluarkan berupa: Dekrit, Peraturan atau Piagam Kepala Negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum.
a. Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. Hasil-hasilnya dapat berbentuk :
·        Undang-Undang yang kekuasaan pembuatannya terletak ditangan Presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945 pasal 5 (1))atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
·        Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden (UUD 1945 pasal 5 (2)).
·        Keputusan atau Instruksi Presiden yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 4 (1)).
·        Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
3. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus.
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintah sebagai penjabaran terhadap kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus terletak pada Menteri, berdasarkan dan sesuai dengan kebijakan pada tingkat diatasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peratuan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu dapat dikeluarkan pula Surat Edaran Menteri.
4. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis.
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam suatu sektor dibidang utama tersebut diatas dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis terletak ditangan Pimpinan Eselon Pertama Departemen Pemerintahan dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Non Departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lemabaga Non Departemen atau Direktorat Jenderaldalam masing-masing sektor atau segi administrasi yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Didalam tata laksana pemerintahan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) sebagai pembantu utama Menteri bertugas untuk mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus Menteri dan Pimpinan Rumah Tangga Departemen. Selain itu Inspektur Jenderal dalam suatu Departemen berkedudukan sebagai Pembantu Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian ke dalam Departemen. Ia mempunyai wewenang pula untuk mempersiapkan kebijakan khusus Menteri.
5. Kekuasaan Membuat Aturan Di Daerah.
Kekuasaan membuat aturan di daerah dikenal dua macam:
a. Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan Pemerintahan Pusat di daerah yang wewenang pengeluarannya terletak pada Gubernur, dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintahan Pusat Di Daerah yuridiksinya masing-masing, bagi daerah tingkat I pada Gubernur dan bagi daerah tingkat II pada Bupati atau Wali Kota. Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi Gubernur untuk propinsi dan instruksi Bupati atau Wali Kota untuk kabupaten atau kota madya.
b. Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) yang wewenang pengeluarannya terletak pada Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat I atau II, keputusan dan instruksi Kepala Daerah Tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, maka jabatan Gubernur dan Bupati atau Wali Kota dan Kepala Daerah Tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Wali Kota/Kepala Daerah Tingkat II.