Penjelasan Tentang AMDAL
A.
Pengertian
AMDAL
AMDAL merupakan reaksi terhadap
kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meingkat. Reaksi ini
mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan
dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerak
lingkungan anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis
lingkungan seabagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu
banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan
menghambat pembangunan.
Dengan disahkannya undang-undang tentang
lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaitu National
Envinronmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2) menyatakan, “Semua usulan
legilasi dan aktvitas pemerintah federal besar yang akan diperkirakan mempunyai
dampak yang penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental
Impact Assesment (AMDAL) tentang usulan tersebut”.
Pembangunan yang tidak mengorbankan
lingkungan atau tidak merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang
memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan
tersebut. Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak
dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan
tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan atau
usahan yang dilakukan.
AMDAL adalah singkatan dari analisis
mengenai dampak lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang
analisis mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Kriteria mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup
antara lain :
1. Jumlah
manusia yang terkena dampak
2. Luas
wilayah persebaran dampak
3. Intensitas
dan lamanya dampak yang berlangsung
4. Banyaknya
komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5. Sifat
komulatif dampak
6. Berbalik
(reversible) atau tidak berbaliknya (irrersible) dampak
B.
Tujuan
dan Kegunaan Studi AMDAL :
Ø Tujuan dilaksanakannya Studi AMDAL
- Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
- Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting
- Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
- Merumuskan RKL dan RPL.
Ø Kegunaan Dilaksanakannya Studi AMDAL bagi Pemerintah :
1. Membantu pemerintah dalam proses
pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan lingkungan dalam hal
pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi
aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat.
2. Mengintegrasikan pertimbangan
lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.
3. Sebagai pedoman dalam pengelolaan
dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
Ø Bagi Pemrakarsa :
1. Mengetahui permasalahan lingkungan
yang mungkin timbul di masa yang akan datang dan cara-cara pencegahan serta
penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatu pembangunan.
2. Sebagai pedoman untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
3. Sebagai bahan penguji secara
komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian
mengetahui kekurangannya.
Ø Bagi Masyarakat :
1. Mengurangi kekuatiran tentang
perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.
2. Memberikan informasi mengenai
kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan
diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.
3. Memberi informasi tentang perubahan
yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindarkan dampak negatif.
4. Sebagai bahan pertimbangan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
Pada
pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan
yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
- Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain : Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi, Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan,
- Komponen Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut
- Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : Sosial Ekonomi , Sosial Budaya
- Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat
C. Contoh Kasus AMDAL Kawasan Lingkungan Industri
Kecil di Semarang
Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih
mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan
industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu
memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain
itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin,
yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah
beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa-apa.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi AMDAL.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampa ikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi AMDAL.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampa ikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan
industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin,
mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan
industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu
diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan
pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri
mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama
ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industri berskala besar.
Penutup
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya tarik
dari pembahasan mengenai AMDAL di atas adalah :
·
Pada PP 27/1999
pengertian AMDAL merupakan hasil studi mengenai dampak besar dan penting suatu
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan.
·
Pihak-pihak
yang terlibat dalam proses AMDAL adalah :
1. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang
bertugas menilai dokumen AMDAL.
2. Pemrakarsa, orang atau badan hukum
yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan masyarakat yang bekepentingan, masyarakat yang terpengaruh
atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
·
Dalam pelaksanaannya,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat
ini, Indonesia menggunakan atau menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan
daftar kegiatan wajib AMDAL. Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.11 Tahun 2006.
2. Apabila kegiatan tidak tercantum
dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No.86 Tahun 2002.